709 M: Sena (Bratasena) Menaiki Tahta Galuh
Penulis: Mbah Udin.
Edisi : 7 September 2025.
Pada tahun 709 M, Pangeran Bratasena—lebih dikenal sebagai Sena—diangkat menjadi raja ketiga Kerajaan Galuh di Tatar Sunda. Peristiwa ini menandai babak baru hubungan Galuh–Sunda dan menjadi mata rantai penting lahirnya tokoh besar Sanjaya, yang kelak disebut-sebut dalam Prasasti Canggal (732 M).
Menurut naskah tradisi seperti Carita Parahyangan dan manuskrip lokal lain, Sena naik takhta setelah wafatnya Prabu Mandiminyak (raja kedua Galuh). Dalam masa pemerintahannya (709–716 M), Galuh mempererat persahabatan dengan Prabu Tarusbawa dari Kerajaan Sunda. Ikatan politik ini diteguhkan melalui relasi keluarga: Sanjaya, putra Sena dari Sannaha (kerabat Ratu Shima dari Kalingga), dinikahkan dengan cucu Tarusbawa. Jaringan pernikahan politik tersebut menjadi jembatan kekuasaan antar-kerajaan di Jawa bagian barat dan tengah pada awal abad ke‑8.

Namun, takhta Sena tak bertahan lama. Sekitar 716 M, ia dikudeta oleh Purbasora. Peristiwa ini memantik dinamika baru: Sanjaya kelak membalas dan tampil sebagai penguasa berpengaruh dalam lanskap politik Jawa awal klasik.
Rangkaian peristiwa di atas bersandar pada sumber-sumber tradisi dan rekonstruksi para sejarawan. Sejumlah detail—termasuk penamaan dan kekerabatan—berasal dari teks lokal yang disusun jauh sesudah peristiwanya. Karena itu, beberapa bagian bersifat semi-legendaris dan perlu dibaca sebagai sejarah tradisi yang diperkaya temuan arkeologi

- Situs Karangkamulyan (Cijeungjing, Ciamis)
Kawasan cagar budaya ±25–25,5 ha yang sejak lama dikaitkan dengan pusat Galuh. Di dalamnya terdapat elemen batuan arkeologis seperti Batu Pangcalikan, Panyabungan Hayam, Sanghyang Bedil, Lambang Peribadatan, dan Cikahuripan. Lanskap hutan kota dengan fauna lokal menjadikan situs ini ideal sebagai latar visual narasi Galuh.

- Situs Astana Gede Kawali (Kawali, Ciamis)
Kompleks tinggalan yang kerap disebut sebagai salah satu jejak penting Sunda–Galuh periode kemudian. Terdapat prasasti-prasasti batu, kolam/mata air, dan struktur batuan yang memberi atmosfer kuat untuk ilustrasi heritage pasca-era Sena.

- Museum Galuh (opsional, sekitar Ciamis)
Dapat menjadi lokasi cutaway untuk menampilkan koleksi etnografis/arkeologis pendukung.
Gerbang Situs Karangkamulyan – “Pintu masuk cagar budaya yang dikaitkan dengan pusat Galuh abad ke‑7.”
Batu Pangcalikan / area musyawarah – “Struktur batu yang secara tradisi disebut tempat musyawarah dan singgasana raja.”
Panyabungan Hayam – “Ruang terbuka berbingkai batu yang dalam folklor dikaitkan dengan cerita Ciung Wanara.”
Astana Gede Kawali – “Kompleks tinggalan batu dan mata air yang menandai kesinambungan tradisi Sunda–Galuh.”
Ambil establishing shot pepohonan dan alur Sungai Citanduy–Cimuntur di sekitar Karangkamulyan untuk memperkuat konteks geografis Galuh.
669–723 M: Tarusbawa memerintah Kerajaan Sunda (Tohaan di Sunda).
702–709 M: Mandiminyak memerintah Galuh.
709–716 M: Sena/Bratasena menjadi raja ketiga Galuh.
716 M: Purbasora menggantikan Sena melalui kudeta.
732 M: Prasasti Canggal menyebut Sanjaya, terkait silsilah Sanjaya–Sanna (Sena) dalam tradisi.
“Naiknya Sena pada 709 M menegaskan kerapatan jaringan kekuasaan Galuh–Sunda dan membuka jalan lahirnya figur Sanjaya dalam panggung politik Jawa awal klasik.”
“Situs-situs di Ciamis seperti Karangkamulyan dan Astana Gede Kawali menghadirkan lanskap material yang membantu publik membayangkan dinamika Galuh di awal abad ke‑8.”
History of Sunda Kingdom – ringkasan periode Galuh, termasuk Sena (709–716 M) dan kaitannya dengan Sannaha–Sanjaya.
Sanna (King) – penjelasan tokoh Sanna/Sena/Bratasena dan relasi dengan Purbasora serta Sanjaya.
Situs Karangkamulyan (profil cagar budaya; luas kawasan ±25,5 ha; daftar elemen batuan).
Astana Gede Kawali (laporan dan ulasan destinasi sejarah di Ciamis; prasasti dan mata air.
Editor Dewi Condro
Redaksi : tarnabakunews.com.
Santai Santun Supel Simpel Sembodo Tetap dengan Sorot Mata Berita Fakta Bukan Rekayasa.
Leave a Reply