MBG: Program Baik yang Dihantui Skandal Keracunan
Jakarta, tarnabakunews.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah sejatinya dirancang untuk meningkatkan kualitas gizi jutaan anak sekolah di Indonesia. Namun sejak awal 2025, harapan besar itu justru dibayang-bayangi rentetan insiden keracunan massal yang menimbulkan kegelisahan publik.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, hingga pertengahan September 2025, sedikitnya 5.360 anak mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program tersebut. Gejalanya beragam, mulai dari mual, muntah, diare, sakit kepala, hingga sesak napas.
Insiden terbaru terjadi 17 September 2025. Di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, 251 siswa harus dirawat usai menyantap lauk ikan cakalang yang diduga tidak layak konsumsi. Di hari yang sama, di Kabupaten Garut, Jawa Barat, 150 siswa mengalami sakit perut dan gejala serupa.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan serius mengenai lemahnya pengawasan dan kualitas pelaksanaan program. Bahkan, tudingan adanya dapur fiktif penyedia MBG ikut mencuat. Meski pihak Badan Gizi Nasional (BGN) membantah dengan dalih adanya perubahan prosedur pendaftaran mitra, publik terlanjur meragukan kredibilitas penyelenggara.

Sementara itu, BGN berjanji melakukan perbaikan dan menargetkan zero accident atau tanpa insiden keracunan di masa mendatang. Namun gelombang kritik tetap menguat. Pemerintah didesak untuk:
Membuka audit menyeluruh atas rantai distribusi dan pengolahan makanan,
Menindak tegas pihak yang lalai,
Serta mempertimbangkan model alternatif, seperti bantuan uang tunai langsung agar orang tua bisa mengelola makanan anak sendiri.

Program MBG yang lahir dari niat baik kini menghadapi ujian besar. Jika langkah korektif tidak segera dilakukan, bukan hanya reputasi pemerintah yang terancam, tetapi juga keselamatan anak-anak yang seharusnya dilindungi.
Reporter: Mr. Shol
Editor: Dewi Condro
Redaksi: tarnabakunews.com
Santai, Santun, Supel, Simpel, Sembodo – Tetap dengan Sorot Mata, Berita Fakta, Bukan Rekayasa.
Leave a Reply