PGIW Jatim Gelar Bedah Buku Riwayat Jellesma, Angkat Semangat Ekumene Dalam Pewartaan Injil

PGIW Jatim Gelar Bedah Buku Riwayat Jellesma, Angkat Semangat Ekumene dalam Pewartaan Injil

Surabaya-tarnabakunews.com, 14 Oktober 2025 – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Jawa Timur menggelar acara bedah buku dan bincang sejarah bertajuk “Semangat Ekumene dalam Pewartaan Injil di Jawa Timur” di Gedung GPIB Immanuel, Jalan Bubutan Nomor 69, Surabaya, Jumat (11/10/2025).
Acara yang berlangsung dari pukul 16.00 hingga 20.00 WIB ini membahas buku “Riwayat Hidup Jellesma Sang Rasul Jawa” karya Wiryo Widianto. Buku tersebut mengupas perjalanan hidup J.E. Jellesma, misionaris Kristen asal Belanda yang berperan besar dalam perkembangan kekristenan di Jawa Timur pada periode 1848-1858.
Ketua Umum PGIW Jatim, Pdt. Natael Hermawan Prianto, MBA, menyampaikan tujuan penyelenggaraan acara ini adalah untuk meminimalkan rasa inferior sebagai orang Kristen di Jawa Timur.

“Kita ingin menunjukkan bahwa kekristenan di Jawa Timur telah hadir jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan, benih-benih Injil sudah ada sejak abad-abad sebelumnya,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.
Menyatukan Dua Aliran Kekristenan
Wiryo Widianto selaku penulis buku dan narasumber mengawali paparannya dengan menayangkan video hasil kerja sama dengan Bina Sabda. Video tersebut menceritakan perjalanan hidup Jellesma sejak kecil hingga diutus sebagai zendeling (misionaris) ke Hindia Timur.

Menurut Wiryo, peran penting Jellesma di antaranya adalah menyatukan dua model ajaran yang dibawa oleh Johannes Emde di Surabaya dan C.L. Coolen di Ngoro, Jombang. Kedua tokoh tersebut memiliki pendekatan berbeda dalam penyebaran Injil, yang memicu fanatisme di kalangan pengikutnya.


“Jellesma berhasil menyatukan keduanya di Mojowarno, Jombang. Ini adalah peran ekumene yang luar biasa,” jelasnya.
Wiryo juga menyebutkan tiga kontribusi besar Jellesma lainnya: meletakkan dasar pendidikan untuk menyiapkan pemimpin jemaat melalui metode “Zendingsmethode”, membantu pewartaan Injil di Jawa Tengah dengan mengirim muridnya membantu Pieter Jansz, serta membangun aspek sosial-ekonomi melalui penciptaan “Lumbung Miskin” dan pengenalan pengobatan modern tanpa memandang latar belakang iman.
Pemuridan ala “Nyantrik Jawa”

Narasumber kedua, Pdt. Em. Simon Filantropha, pendeta senior GKI, menambahkan bahwa Jellesma adalah tokoh pietis dengan semangat penginjilan yang tinggi.
“Pemuridan ala ‘Nyantrik Jawa’ yang diterapkan Jellesma sangat efektif. Murid tinggal bersama guru, belajar dari kehidupan sehari-hari. Bukan sekadar transfer ilmu, tetapi pembentukan karakter melalui teladan hidup,” ungkap Pdt. Simon.
Ia juga menyoroti kesediaan berkorban Jellesma, termasuk kehilangan dua anaknya dan menghidupi banyak orang dalam rumah tangganya. “Kesediaan berkorban ini menjadi teladan bagi banyak orang,” tambahnya.
Dihadiri Berbagai Denominasi
Acara yang dipandu oleh Pdt. Rully A. Haryanto ini dihadiri oleh utusan berbagai sinode gereja anggota PGI Jawa Timur, antara lain PGIS (Gresik, Mojokerto, Nganjuk, Madiun), GKIN, GPIB, Bethany, dan GAPI. Turut hadir pula jemaat dari gereja-gereja lokal di Surabaya seperti GKJW, GKI, GKSI, GSJA, HKBP, dan GPPS.
Lembaga mitra PGIW seperti LBH HOPE, PIKI, GAMKI, JKLPK, dan Pustakalewi juga ikut berpartisipasi.

Sejumlah mahasiswa sejarah dari Surabaya, Kediri, dan Malang serta jurnalis Jawa Timur turut memeriahkan acara.
Beberapa tokoh gereja memberikan tanggapan, di antaranya Pdt. W. Kristian Wijaya dari PGIS Madiun, Pdt. Manurung dari HKBP, dan Pdt. Suranto dari GAPI.

Dalam penutupan, Pdt. Rully A. Haryanto menekankan bahwa ajaran Jellesma menjadi contoh baik bagi gereja-gereja masa kini untuk mengembangkan semangat ekumenis dan kerja sama lintas iman.

“Pelayanan tidak boleh menjadi one man show, tetapi melibatkan banyak orang. Gereja-gereja harus makin bersatu dan tidak tersekat dengan perbedaan denominasi, sesuai dengan doa Tuhan Yesus bagi para murid-Nya,” pungkasnya mengutip Yohanes 17:21.

Gedung GPIB Immanuel yang menjadi lokasi acara merupakan tempat bersejarah bagi komunitas Kristen Surabaya. Gedung yang berdiri sejak 1924 ini termasuk bangunan cagar budaya dan sebelumnya bernama “Protestantsche Kerk”.

Penulis : Lukius
Editor: Dewi Condro.
Redaksi : tarnabakunews.com. Santai Santun Supel Simpel Sembodo Tetap dengan Sorot Mata Berita Fakta Bukan Rekayasa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *