Bu Mery Hoegeng Genap 100 Tahun : Satu Abad Keteladanan Dan keikhlasan

Bu Mery Hoegeng Genap 100 Tahun: Satu Abad Keteladanan dan Keikhlasan

Oleh Redaksi Tarnabhakunews.com
Jakarta, 24 Juni 2025

Hari ini, 24 Juni 2025, menjadi hari yang sangat istimewa. Meriyati Hoegeng, istri dari almarhum Jenderal Polisi (Purn.) Hoegeng Iman Santoso, genap berusia 100 tahun. Satu abad bukanlah sekadar angka, tetapi lambang keteguhan, kesetiaan, dan keikhlasan yang tak lekang oleh zaman.

Dalam rangka peringatan satu abad usia Bu Mery, keluarga besar Hoegeng menyusun sebuah buku penghormatan, memuat catatan esai dan puisi dari sejumlah tokoh, salah satunya seniman Butet Kartaredjasa. Tulisan Butet menyingkap kembali kisah-kisah keteladanan seorang istri pejabat tinggi yang memilih hidup sederhana, menjauh dari hiruk pikuk kekuasaan dan kemewahan duniawi.

Istri Polisi, Benteng Kehormatan

Bu Mery bukan sekadar pendamping seorang jenderal polisi. Ia adalah benteng moral yang menjaga kehormatan keluarganya di tengah berbagai godaan kekuasaan. Pada tahun 1960, ketika Pak Hoegeng menjabat sebagai Kepala Djawatan Imigrasi, Bu Mery rela menutup usaha toko bunga kecilnya, Leilani. Sebuah keputusan yang diambil untuk menghindari konflik kepentingan, suap, atau penyalahgunaan kekuasaan—hal yang sejak dini sudah diwaspadai oleh Pak Hoegeng.

Dalam pandangan Hoegeng, segala bentuk bisnis yang dijalankan keluarga pejabat bisa menjadi celah datangnya praktik-praktik koruptif. Dan Bu Mery menerima itu, walau artinya ia harus menekan keinginan pribadinya demi menjaga marwah sang suami.

Tidak Sekadar Patuh, Tapi Tegar

Banyak kisah menunjukkan betapa beratnya peran Bu Mery. Ia bahkan rela membatalkan kunjungan ke Belanda, tempat ayah kandungnya tinggal, hanya karena suaminya khawatir akan muncul anggapan penggunaan fasilitas negara. Tiket pun sudah dibelikan oleh keluarganya, namun kehati-hatian Hoegeng tidak mengenal kompromi, dan Mery kembali memilih diam dan patuh.

Jika dilihat dari perspektif perempuan masa kini, tindakan seperti itu mungkin dianggap sebagai bentuk ketidakadilan gender atau patriarki. Tapi Bu Mery tidak melihatnya demikian. Ia memilih berdamai dan menyelaraskan diri, menjadikan setiap larangan sebagai bentuk cinta dan kehormatan. Ia tidak sekadar tunduk, tapi teguh dan sadar akan perannya dalam menjaga integritas keluarga.

Pasangan Setia, Harmoni Sejati

Kisah cinta Bu Mery dan Pak Hoegeng berawal dari ruang drama radio di masa revolusi, dan bertahan sampai maut memisahkan. Ketika masa pensiun tiba, mereka tidak larut dalam getir dan pengucilan politik. Mereka membalikkan keadaan menjadi sumber keceriaan. Bersama dalam grup musik Hawaiian Seniors, mereka tampil di layar kaca: Pak Hoegeng memetik ukulele, dan Bu Mery menyanyi. Hidup mereka sederhana, namun penuh makna.

Inspirasi Bagi Negeri yang Lelah Korupsi

Dalam situasi bangsa yang terus dihantui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sosok seperti Bu Mery adalah oase moral. Ia menunjukkan bahwa menjadi istri pejabat tidak harus berarti bergelimang fasilitas, pamer gaya hidup, atau mencampuri urusan negara. Ia memilih menjadi tiang kehormatan, bukan beban kekuasaan.

Kombinasi Hoegeng-Mery adalah bentuk keikhlasan dan integritas yang semakin langka di era modern. Kesetiaan yang dijalani tanpa pamrih, dan keteguhan menjaga batas antara pribadi dan negara adalah warisan moral yang pantas diteladani.

Di usia 100 tahun, Bu Mery Hoegeng bukan hanya menandai usia biologis yang luar biasa, tapi juga seabad keteladanan. Ia layak dikenang bukan hanya sebagai istri seorang jenderal polisi jujur, tapi sebagai perempuan kuat yang menyunggi martabat keluarga dan bangsanya.

Selamat ulang tahun, Bu Mery. Doa dan rasa hormat kami menyertai langkahmu yang tenang, lembut, dan penuh makna. ***

Editor: Dewi Condro.
Redaksi : tarnabakunews.com.
Santai Santun Supel Simpel Sembodo Tetap dengan Sorot Mata Berita Fakta Bukan Rekayasa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *