PELETAK FONDASI ISLAM DI MEGALUH KH.MOH IRSYADUL ANAM dan Perjuangan Sunyi Menghidupkan Syari’at

PELETAK FONDASI ISLAM DI MEGALUH KH. Moh.Irsyadul Anam dan Perjuangan Sunyi Menghidupkan Syari’at

JOMBANG,tarnabakunews.com – Dalam senyapnya arus zaman dan minimnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam di awal abad ke-20, sosok KH. Moh. Irsyadul Anam tampil sebagai lentera yang menerangi kegelapan spiritual masyarakat Megaluh dan sekitarnya. Lahir sekitar tahun 1882 M di Desa Bangeran, Kecamatan Dukun, Gresik, beliau dikenal sebagai ulama peletak fondasi dakwah Islam yang kokoh dan istiqamah di kawasan tersebut.

Perjalanan dakwah KH. Irsyadul Anam bermula ketika beliau menunaikan ibadah haji bersama sang mertua, KH. Abdurrahman Syukur. Sekembalinya dari Tanah Suci, beliau tidak kembali ke kampung halamannya di Gresik, melainkan diminta untuk menetap di Desa Megaluh, Kabupaten Jombang. Keputusan ini merupakan bagian dari mempererat ikatan keluarga dan menjalankan misi dakwah di daerah yang saat itu masih kental dengan adat dan kebiasaan lokal yang belum sejalan dengan nilai-nilai syariat Islam.

Menghadapi Tantangan Sosial dan Budaya

Tantangan dakwah yang dihadapi KH. Irsyadul Anam tidaklah ringan. Masyarakat Megaluh kala itu terbiasa dengan berbagai praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti tayuban, ludrukan, perjudian, sabung ayam, serta maraknya aliran-aliran yang menyesatkan. Namun dengan pendekatan yang lembut, penuh hikmah, dan sabar, KH. Irsyadul Anam menyebarkan dakwah dari lorong-lorong kampung, mengetuk pintu rumah-rumah warga, hingga akhirnya mendirikan Pondok Pesantren Megaluh yang menjadi titik tolak perubahan keislaman masyarakat setempat.

Dari tahun 1920-an hingga wafatnya sekitar tahun 1948, KH. Irsyadul Anam mengabdikan hidupnya untuk mengajar santri, termasuk anak-anaknya sendiri. Salah satu putrinya, Hj. Zakiyah, dikenal sebagai sosok perempuan tangguh yang mendampingi beliau dalam membina kehidupan beragama masyarakat Megaluh.

Setiap sore, selepas shalat Asar, beliau berjalan kaki dari rumah ke rumah, mengajak masyarakat untuk menunaikan shalat Maghrib dan Isya’ berjamaah. Usai shalat, beliau kembali ke sawah dan ladang untuk bertani. Kehidupan sederhana ini justru menjadi teladan kuat bahwa dakwah bisa dilakukan bersamaan dengan kerja keras dan kemandirian.

Melahirkan Generasi Penggerak Dakwah

Dari dakwah yang dirintis KH. Irsyadul Anam, lahirlah generasi murid yang kemudian menjadi tokoh penting dalam perkembangan Islam di wilayah Megaluh dan sekitarnya. Nama-nama seperti KH. Bachrun Said, KH. Salaman dari Turipinggir, dan KH. Mu’in dari Santren adalah bagian dari barisan penerus perjuangan beliau.

Kegiatan pengajian rutin mingguan pun digalakkan. Warga dari desa-desa sekitar seperti Gebang, Bunder, Pulo Krangkong, hingga Sudimoro turut menghadiri majelis ilmu yang beliau pimpin. Pengajian ini menjadi wadah pembinaan masyarakat secara berkelanjutan, memperkuat akidah, serta memperdalam pemahaman fiqih dan akhlak.

Diakui Ulama Besar dan Wariskan Lembaga Pendidikan

Perjuangan KH. Moh. Irsyadul Anam tidak hanya berdampak lokal. Beliau dikenal dan dihormati oleh para ulama besar nasional, bahkan kerap berdiskusi dan bertukar pikiran dengan para tokoh pendiri Nahdlatul Ulama seperti Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisri Syansuri, dan KH. Wahab Hasbullah.

Warisan beliau tidak hanya dalam bentuk nilai dan keteladanan, tetapi juga berupa lembaga pendidikan yang masih eksis hingga kini. Di antaranya adalah Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum Megaluh, MA Mamba’ul Ulum, MTsN 14 Megaluh, MI Mamba’ul Ulum, dan Madrasah Diniyah Mamba’ul Ulum. Lembaga-lembaga ini menjadi pusat pendidikan agama dan umum yang terus melanjutkan visi dakwah beliau.

Estafet Dakwah yang Terus Menyala

Estafet perjuangan KH. Irsyadul Anam kini diteruskan oleh cucunya, Agus Wahid Purnama Jaya bin Kiai Rosyadul Ibad, alumni Pondok Pesantren Darul Falah, Krian. Ia menghidupkan berbagai kegiatan keagamaan sebagai upaya menjaga api dakwah sang kakek. Salah satunya adalah rutinan pengajian kitab fiqih setiap hari Senin ba’da Dzuhur hingga Ashar, yang diikuti oleh kaum muslimin dan muslimat Megaluh.

Tak hanya itu, kegiatan rutinan khususiyah juga digelar setiap Selasa Kliwon dengan agenda “Jamu Taqwah Undar”, sebagai sarana spiritual mempererat ikatan batin para jamaah dan memperdalam pemahaman agama.

Menurut Kiai Masrur, cucu KH. Irsyadul Anam lainnya, kegiatan-kegiatan tersebut bukan hanya melestarikan tradisi, tetapi menjadi wujud nyata menjaga nilai perjuangan dakwah yang telah dirintis sejak lebih dari seabad lalu.

Warisan Abadi Seorang Pejuang Sunyi

Jejak KH. Moh. Irsyadul Anam adalah bukti bahwa perjuangan dakwah tak harus dilakukan di atas panggung gemerlap. Dalam kesunyian, dengan kesetiaan dan keikhlasan, beliau telah menanam fondasi kuat bagi tumbuhnya masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam yang damai, toleran, dan penuh kasih sayang.

Warisannya tidak hanya terpatri dalam bentuk bangunan pesantren atau nama lembaga, melainkan dalam sikap hidup masyarakat Megaluh yang menjunjung tinggi syariat, kesederhanaan, dan nilai-nilai keteladanan. Sebuah perjuangan sunyi yang terus menyala, menjadi cahaya bagi generasi yang akan datang.

Kabiro jombang : Mif
Editor : Dewi condro.
Redaksi : tarnabakunews.com.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *