Pena dan Mikrofon: Menapaki Jejak Pekerja Seni Suara (MC) dan Jurnalis dalam Budaya Muslim Indonesia
Oleh: Kang Pithil – Pekerja Seni dan Jurnalis Junior
Jombang, 24 Juni 2025
tarnabakunews.com
Suara Adalah Amanah: Menjaga Warisan Lisan dalam Budaya Muslim Indonesia
Dalam khazanah budaya Islam Nusantara, suara bukan sekadar alat komunikasi, melainkan amanah. Sejak para wali menyebarkan ajaran Islam melalui dakwah bil hikmah dan bil lisan, suara telah menjadi jembatan antara hati, ilmu, dan hikmah. Maka tak berlebihan jika pekerja seni suara seperti Master of Ceremony (MC)—terlebih lagi yang juga berperan sebagai jurnalis—disebut sebagai penjaga adab sekaligus penyampai amanah umat.
Di kota santri Jombang, peran tersebut menjadi sangat nyata. Dalam setiap forum keagamaan, haul para ulama, hingga seminar kebangsaan, sosok MC-jurnalis tak hanya menyambut hadirin dengan kata, tapi juga mencatat sejarah dalam berita. Ia hadir sebagai suara yang hidup, dan pena yang tajam namun santun.
MC dalam Tradisi Muslim: Antara Nada, Adab, dan Amanah
Seorang MC dalam forum Islam tidak hanya mengatur jalannya acara. Ia adalah penuntun suasana, penyampai salam, dan pelindung kehormatan forum. Dalam haul kiai, pengajian akbar, wisuda santri, atau musyawarah ormas Islam, MC Islami membuka acara dengan basmalah, menyapa penuh kelembutan, dan menjaga marwah forum lewat tutur kata yang adiluhung.
Lebih dari itu, MC yang juga jurnalis menjadikan ruang forum sebagai ruang dokumentasi budaya. Ia tidak hanya berbicara, tetapi mencatat. Ia tidak hanya membangun suasana, tetapi menyampaikan pesan acara kepada masyarakat yang lebih luas melalui tulisan.
Ketika Mikrofon Berlanjut dalam Teks
Peran ganda ini menjadikan pekerja seni suara sebagai narator dua dunia: suara dan tulisan. Contohnya, dalam acara Temu Budaya dan Dakwah Santri, ia membuka acara dengan sapaan penuh kearifan lokal, merangkai suasana dengan pantun dan cerita, lalu setelahnya menuliskan laporan reflektif—mengutip tausiyah kiai, mencatat suasana batin santri, dan menyajikan esensi peristiwa.
Tulisan ini kemudian menjadi warisan tertulis yang bisa diakses, diarsipkan, bahkan diwariskan. Apa yang semula hidup dalam suara, menjelma menjadi narasi sejarah dalam media.
Seni Suara sebagai Instrumen Dakwah dan Warisan Budaya
Seni suara dalam Islam mencakup adzan, tilawah, qasidah, marhaban, ceramah, dan tentu saja, MC. Maka pelatihan ke-MC-an Islami mengajarkan bahwa suara bukan sekadar alat—ia adalah titipan Tuhan. Nada bicara mencerminkan momen: lembut saat menyambut, tegas saat mengatur, dan rendah saat mengakhiri. Semua dibingkai dalam syiar dan adab.
MC Islami bukan hanya tahu teknik, tapi juga membawa niat. Bicaranya membangun suasana, isi pesannya menanamkan nilai. Ia menjadi penghubung antara budaya lokal dan nilai universal Islam.
Di Antara Dua Panggung: Forum dan Media
Seorang MC-jurnalis menjembatani dua panggung: panggung forum dan panggung media. Di forum, ia menjadi penggerak interaksi. Di media, ia menjadi penjaga memori. Ia membawa nilai dari mimbar ke masyarakat luas, dari podium ke halaman berita.
Dalam acara seperti Malam Refleksi Islam dan Kebudayaan Pesantren, ia menyapa dengan bahasa pesantren: “Para kiai, gus, nyai, dan santri yang kami muliakan.” Ia menyelipkan kisah Hadratussyekh, menyatukan forum lewat tutur hikmah. Usai acara, ia menulis berita mendalam: mengutip pesan KH., menyusun makna, dan menyebarkannya lewat kanal komunitas.
Dari sini, pesan tak berhenti di forum. Ia menjelma menjadi informasi, menjadi inspirasi lintas ruang.
Kesimpulan: Pena dan Mikrofon, Amanah Ganda dalam Budaya Umat
Dalam dunia yang serba instan, para MC-jurnalis hadir menjaga kualitas komunikasi umat. Mereka bukan hanya tampil sopan di depan umum, tapi juga menjaga agar nilai Islam tetap lestari dalam catatan budaya.
Mereka adalah pewaris adab, penyambung pesan, dan penulis sejarah peradaban. Di tangan mereka, mikrofon bukan hanya alat, dan pena bukan sekadar tinta. Keduanya adalah jalan menuju ridha, ilmu, dan pengabdian.
Dalam suara mereka ada salam. Dalam tulisan mereka ada hikmah. Dan dalam keduanya, ada cinta kepada umat dan ilmu.
Kabiro Jombang: Mif
Editor: Dewi Condro
Redaksi: tarnabakunews.com
Santai Santun Supel Simpel Sembodo – Tetap dengan Sorot Mata, Berita Fakta Bukan Rekayasa.
Leave a Reply