Dari Tebuireng, Jagung Tumbuh Bersama Harapan Bangsa
Oleh: Mbah Udin – tarnabakunews.com.
Jombang — tarnabakunews.com
Mentari baru saja menembus sela-sela kabut tipis Desa Jombok, Kecamatan Ngoro, Jombang, ketika langkah-langkah berat mulai menyusuri tanah lapang di sisi Selatan Pondok Pesantren Tebuireng. Namun hari itu bukan hari biasa. Sebab bukan hanya santri yang lalu-lalang. Seragam coklat tua dengan lencana Polri, loreng hijau tentara, hingga kemeja putih para pejabat tampak hadir dalam satu irama. Semua berkumpul dalam satu gerakan: menanam harapan bangsa.
Tanggal 6 Agustus 2025 menjadi catatan tersendiri dalam sejarah ketahanan pangan Indonesia. Di bawah langit Tebuireng yang syahdu, Irwasum Polri Komjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo datang mewakili Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, membuka langsung gerakan nasional tanam jagung serentak yang dipusatkan di pesantren legendaris itu. Tak hanya simbolik, kegiatan ini menjadi bukti kesungguhan negara menjalin sinergi dengan umat.
“Alhamdulillah hari ini kita tanam jagung serentak. Di lahan binaan Polda Jatim saja sudah 1.717 hektare lebih. Khusus di pondok pesantren, sudah mencapai 509 hektare,” ujar Komjen Dedi dalam sambutannya, di bawah teduhnya pohon-pohon jati yang memagari lokasi.

Dari tangan Komjen Dedi, sebutir bibit jagung Bhayangkara ditanam ke tanah, disaksikan oleh banyak pihak: Irjen Pol. Anwar (As SDM Kapolri), Irjen Pol. Dr. Sandi Nugroho (Kadiv Humas Polri), Brigjen Pol. Pasma Royce (Wakapolda Jatim), Danrem 082/CPYJ Kolonel INF Batara Alex Bulo, serta para pejabat utama Polda Jatim. Mereka tak datang sendiri. Sambutan hangat hadir dari Kapolres Jombang AKBP Ardi Kurniawan, jajaran Forkopimda, dan tentu saja, sang tuan rumah: KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin, pengasuh Pesantren Tebuireng.

Ketika Santri dan Polisi Menyatu di Lahan Pangan
Pesantren, yang biasanya identik dengan kitab kuning dan suara lantunan ayat-ayat suci, hari itu menjadi ladang perjuangan pangan. Santri memegang cangkul, polisi menggulung lengan baju, dan para kiai menyaksikan geliat baru: kerja sama nyata antara negara, ulama, dan rakyat. “Ini adalah bukti kalau pesantren tidak hanya menjadi pusat ilmu agama, tetapi juga benteng kemandirian pangan,” kata Gus Kikin dengan senyum tenang.
Tebuireng tidak sendiri. Dalam waktu yang sama, gerakan tanam jagung dilakukan serentak di seluruh Indonesia oleh jajaran Polres dan mitra lokal. Ini bukan proyek sesaat. Target nasionalnya sangat jelas: 1 juta hektare lahan ditanami jagung di tahun 2025. Hingga awal Agustus ini, sudah 440.000 hektare terwujud, dan sekitar 330.000 hektare di antaranya berasal dari kawasan perhutanan sosial yang disinergikan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Jagung: Simbol Harapan, Bukan Sekadar Tanaman

Mengapa jagung? Karena komoditas ini kini menjadi kunci kedaulatan pangan dan energi, sekaligus sumber pakan ternak yang selama ini masih didominasi impor. “Jagung itu sederhana tapi strategis. Dari satu biji, bisa tumbuh ribuan, memberi makan, membuka lapangan kerja, bahkan menumbuhkan ekonomi desa,” kata Irjen Pol. Sandi Nugroho sambil menunjuk ke arah bibit yang mulai ditanam berjejer rapi.
Tanah Jombang memang subur. Tapi lebih dari itu, nilai simboliknya jauh lebih kuat. Tebuireng, yang didirikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, adalah tempat lahirnya banyak tokoh nasional. Kini, dari tanah yang sama, lahir pula semangat baru: kemandirian pangan berbasis pesantren.

Menanam Lebih dari Sekadar Tumbuhan
Momen di Tebuireng adalah bukti bahwa keamanan dan pangan bukan dua hal terpisah. Polisi tak hanya menjaga hukum, tapi juga ikut menanam bibit masa depan bangsa. Pesantren tak hanya mencetak santri, tapi juga petani milenial. Di antara butir-butir jagung yang ditanam, ada nilai kolaborasi, ada nasionalisme, dan ada keinginan kuat untuk tidak terus-menerus tergantung pada impor.
“Kami ingin jadikan gerakan ini sebagai warisan untuk generasi selanjutnya. Hari ini kita tanam, besok mereka panen,” ujar Brigjen Pol. Pasma Royce kepada awak media.
Tebuireng Hari Ini, Indonesia Esok Hari
Gerakan nasional tanam jagung serentak ini mungkin dimulai dari lahan sepuluh hektare di Jombang. Tapi resonansinya menggema hingga ke pelosok negeri. Ini bukan proyek elit, tapi gerakan akar rumput. Dari pesantren ke petani, dari Polri ke pemuda desa.
Langkah-langkah para santri, aparat, dan petani yang berjalan bersama di atas tanah basah hari itu, menjadi simbol bahwa kedaulatan bukan sekadar jargon. Ia butuh aksi nyata, tangan yang mau kotor, dan hati yang mau bersatu.
Dan di Tebuireng, semuanya bertemu.
Editor: Dewi Condro
Redaksi: tarnabakunews.com
✦ Santai – Santun – Supel – Simpel – Sembodo
✦ Tetap dengan Sorot Mata – Berita Fakta Bukan Rekaya.
Leave a Reply