KH.ABDUL WAHAB CHASBULLOH DI MATA BU NYAI HJ.MUNJIDAH WAHAB, ULAMA PEJUANG ADAP DAN PEMERSATU UMAT.

KH. Abdul Wahab Chasbullah di Mata Bu Nyai Mundjidah Wahab: Ulama Pejuang, Penjaga Adab, dan Pemersatu Umat

JOMBANG, tarnabakunews.com.– Haul ke-54 wafatnya KH. Abdul Wahab Chasbullah, ulama muassis Nahdlatul Ulama dan Pahlawan Nasional, menjadi momen muhasabah dan meneladani kiprah perjuangan beliau. Putri beliau, Bu Nyai Hj. Mundjidah Wahab, mengenang sang ayah sebagai sosok alim rabbani yang teguh memegang ilmu, istiqamah menjaga adab, dan ikhlas berkhidmah demi umat.

“Di rumah beliau biasa mengenakan kopyah putih, tapi kalau hendak keluar untuk organisasi atau tugas kenegaraan, selalu berganti dengan kopyah hitam,” tutur Bu Nyai Mundjidah dengan nada penuh hormat, sembari memandang lukisan sang ayah yang terpajang di kediamannya.

Kebiasaan sederhana tersebut, menurutnya, menjadi penanda adab Mbah Wahab dalam membedakan urusan keluarga dan jam’iyyah. “Pernah saat safar, mobil berhenti mau makan, beliau langsung bertanya, ‘Endi kopyah warung?’ Itu menunjukkan adab dan ketelatenan beliau dalam menjaga sikap di depan khalayak,” kisahnya.

Sederhana, Tapi Berpandangan Luas

Bu Nyai juga mengisahkan bahwa Mbah Wahab tidak pernah menunjukkan diri sebagai kiai besar atau pejabat. Kesederhanaan beliau dalam tutur kata, pakaian, hingga dalam pergaulan menjadi teladan bagi keluarga dan santri-santrinya.

“Sikap beliau itu ngrabani, sederhana, namun memiliki pandangan jauh ke depan. Tidak banyak bicara, tapi sekali bertindak, manfaatnya besar untuk umat,” ungkapnya.

Komite Hijaz dan Lahirnya Nahdlatul Ulama

Salah satu jejak sejarah yang tak bisa dilupakan adalah keterlibatan Mbah Wahab dalam pembentukan Komite Hijaz. Ketika muncul kabar rencana pembongkaran makam Nabi Muhammad di Madinah dan pemaksaan mazhab Wahabi kepada jemaah haji, Mbah Wahab bersama para ulama sepuh berinisiatif membentuk Komite Hijaz untuk sowan kepada Raja Ibnu Saud.

“Perjuangan itu menjadi titik tolak kelahiran Nahdlatul Ulama. Tapi sebelum itu, Mbah Wahab sempat tirakat di makam Sunan Ampel. Beliau menulis surat yang diletakkan di makam. ‘Kalau surat ini hilang, berarti belum mendapat izin. Kalau masih ada, berarti diizinkan,’ begitu kata beliau,” kenang Bu Nyai.

Berjuang dengan Dana Pribadi

Ketulusan perjuangan Mbah Wahab juga tercermin dari pengorbanannya secara materi. Seluruh proses awal berdirinya NU, dari Komite Hijaz hingga konsolidasi jam’iyyah, dibiayai dengan harta pribadi beliau.

“Setelah KH. Hasyim Asy’ari wafat, para pengurus menunjuk Mbah Wahab untuk menjadi pengganti. Namun beliau tak langsung menerima. Beliau istiqoroh dulu. Dan saat menerima amanah itu, beliau mengajukan syarat agar nama Rais Akbar diganti menjadi Rais Aam, sebagai bentuk ta’dhim kepada Mbah Hasyim,” ujar Bu Nyai dengan suara bergetar.

Penjaga Adab dan Khidmah

Dari semua pelajaran yang ditanamkan, Bu Nyai Mundjidah mengaku paling terkesan dengan prinsip Mbah Wahab dalam menjaga adab. “Beliau tidak hanya berdakwah dengan lisan, tapi dengan perbuatan. Itulah yang menjadi warisan terbesar bagi kami,” ujarnya.

KH. Abdul Wahab Chasbullah, bukan sekadar pendiri organisasi. Beliau adalah suluh umat, penjaga adab, pelayan ilmu, dan tokoh perekat kebangsaan. Semoga kita semua bisa melanjutkan perjuangan beliau dengan penuh keikhlasan dan keteladanan.

Jombang, 10 Mei 2025.
M.Mif
Red – tarnabakunews.com

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *